Medan, www.sinarpagiindonesia.com –
Tim kuasa hukum Kompol Ramli Sembiring dari Kantor Law Office & Advokat Irwansyah Nasution mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan, menuntut pembatalan status tersangka atas dugaan pemerasan terhadap 12 kepala SMK Negeri di Nias.
Dalam sidang yang digelar Kamis (10/4/2025), pengacara Ramli menyebut penetapan tersangka cacat prosedur dan tidak sesuai hukum acara pidana.
“Dalam sidang agenda pembacaan surat permohonan ini, intinya kita meminta agar hakim membatalkan status tersangka Ramli Sembiring,” tegas Irwansyah Nasution.
Irwansyah menyampaikan penetapan tersangka terhadap Ramli Sembiring sarat kejanggalan dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
“Penyidikan dalam perkara ini terlalu cepat, cacat prosedural, dan tanpa pemeriksaan layak terhadap klien kami. Bahkan, barang bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka pun belum pernah diperlihatkan,” tegas Irwansyah.
Kemudian, lanjut Irwansyah, proses penanganan kasus ini terlalu cepat dan tidak wajar. Dari laporan polisi terhadap Ramli Sembiring dibuat pada 3 Februari 2025, namun hanya satu hari setelah itu, yaitu pada 4 Februari 2025, penyidik langsung menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik).
“Artinya, perkara ini langsung naik ke tahap penyidikan tanpa melalui proses penyelidikan yang seharusnya mendahului,” ungkap Irwansyah.
Irwansyah menyebutkan, sebagaimana diatur dalam KUHAP, proses hukum dimulai dari penyelidikan, dilanjutkan ke penyidikan, kemudian penuntutan, dan baru masuk ke tahap pemeriksaan di pengadilan.
“Langsung naik sidik tanpa proses lidik yang memadai adalah kejanggalan pertama dan merupakan pelanggaran terhadap asas due process of law,” terang Irwansyah.
Lebih lanjut, Irwansyah mengatakan proses penyidikan, kliennya tidak pernah diperiksa dengan layak.
Bahkan bila dianggap diperiksa, itu hanya dilakukan secara singkat, dengan 3 atau 4 pertanyaan, dalam kondisi kliennya yang sakit, tertekan secara psikologis, dan mengalami depresi.
“Kondisi seperti ini jelas tidak dapat dijadikan dasar hukum yang sah untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka,” sebut Irwansyah.
Tak hanya itu, sampai saat ini, penyidik tidak pernah menunjukkan barang bukti yang mendasari penetapan kliennya sebagai tersangka.
Padahal, kata Irwansyah, dalam prinsip peradilan yang adil, tersangka berhak mengetahui, memeriksa, dan menguji semua alat bukti yang digunakan terhadap dirinya.
Berdasarkan keterangan dan informasi yang kami peroleh dari klien kami, penyidik menetapkan status tersangka hanya berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Propam,” ucap Irwansyah.
Irwansyah menegaskan bahwa perkara yang berada di wilayah Propam tidak bisa serta merta dijadikan dasar dalam proses hukum di Kortas Tipikor. Ini merupakan penyalahgunaan kewenangan dan prosedur hukum.
“Seharusnya penyidik periksa ulang dong, dan perlihatkan barang buktinya,” ujar Irwansyah.
Irwansyah juga menjelaskan, bahwa kliennya tidak pernah ditangkap tangan (OTT), baik oleh KPK maupun oleh Kortas Tipikor.
“Namun, klien kami dituduh melakukan pemerasan sebesar Rp4,7 miliar. Jika memang ada bukti atas tuduhan tersebut, tunjukkan dan buktikan secara terbuka kepada kami dan di persidangan,” cetus Irwansyah.
Melalui permohonan praperadilan ini, pihaknya ingin menguji legalitas dan kualitas alat bukti yang digunakan oleh penyidik dalam menetapkan Ramli Sembiring sebagai tersangka.
“Kami juga memohon kepada hakim untuk bersikap objektif, berpijak pada hukum yang berlaku (KUHAP), serta tidak terpengaruh oleh intervensi atau tekanan dari pihak manapun. Hukum harus berdiri di atas prinsip keadilan dan kebenaran,” tutur Irwansyah.
Sebelumnya Hakim Tunggal Phillip Mark Soentpiet membuka persidangan dengan agenda mendengarkan pembacaan permohonan dari pemohon dihadiri pihak Bareskrim Polri dan Direskrimsus Polda Sumut selaku termohon I dan termohon II, di Ruang Cakra VI, PN Medan.
Dalam persidangan, Irwansyah meminta agar hakim yang menyidangkan mengabulkan permohonan praperadilan tidak sahnya penetapan tersangka terhadap kliennya atas kasus dugaan pemerasan 12 Kepala SMK Negeri di Nias.
“Mengabulkan permohonan pemohon praperadilan untuk seluruhnya. Menyatakan penyidikan yang dilakukan termohon I dalam perkara a quo tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan,” tegas Irwansyah.
(spi/red)
No comment