Kasus Trisna Ginting Berjalan di Tempat, Polsek Pancur Batu Disorot Tajam Atas Dugaan Kelalaian Prosedural


Medan, www.sinarpagiindonesia.com – Penanganan kasus dugaan pengeroyokan terhadap Trisna Aditya Ginting yang ditangani Polsek Pancur Batu kembali menuai sorotan. Proses yang dinilai penuh kejanggalan dan mandek lebih dari tiga minggu membuat Ketua Umum DPP Tim Kompas Nusantara (TKN), Adi Warman Lubis, angkat suara. Ia menilai kelambanan aparat telah mencederai rasa keadilan publik, terlebih hingga kini SP2HP belum diterbitkan meski visum, barang bukti, saksi, dan olah TKP telah diselesaikan.

Kepada wartawan pada Senin, 24 November 2025, Adi Warman Lubis menegaskan bahwa penanganan kasus ini menghadirkan sejumlah kejanggalan serius yang tidak boleh dibiarkan berlarut.

Korban, Trisna Ginting, yang mengalami lebam parah di wajah serta gangguan penglihatan, mengungkapkan bahwa ia dikeroyok bukan hanya oleh dua terlapor yang ia kenal, namun juga oleh beberapa pelaku lain yang tidak ia kenali akibat kondisi fisiknya yang babak belur saat kejadian. Ia hanya mampu melaporkan dua pelaku yang familiar baginya.

Berdasarkan keterangan korban dan pernyataan Adi Lubis, usai kejadian warga bersama Kepala Desa Stepanus Tarigan membawa korban ke RS Umum Pancur Batu untuk perawatan pertama. Namun sebelum ia ditangani, dua oknum yang diduga intel datang dengan mobil Avanza hitam dan memaksa membawa korban ke Polsek Pancur Batu. Perawat sempat menolak karena korban belum ditangani, namun keduanya tetap bersikeras dengan dalih Kapolsek menunggu keterangan korban. Trisna yang kesulitan berjalan akhirnya digiring ke polsek dalam kondisi sangat lemah.

Sesampainya di polsek, korban tidak bertemu Kapolsek, namun dengan Kanit Junaedy Karo Sekali yang saat itu berada bersama keluarga terlapor. Korban mengaku Kanit sempat menghalanginya membuat laporan dan mendorong penyelesaian secara kekeluargaan, padahal kondisi korban membutuhkan perawatan medis segera. Meski demikian, korban tetap bersikeras membuat laporan dan meminta surat visum sebelum pulang sekitar pukul 03.00 WIB. Karena tidak memiliki biaya, ia kemudian dirawat bidan.

Keesokan harinya, korban kembali diarahkan untuk visum ulang di RS Brimob dengan alasan visum dari RS Pancur Batu tidak berlaku. Di RS Brimob, Trisna diminta opname dan menjalani CT Scan dengan deposit awal sekitar Rp3 juta dan perkiraan total biaya mencapai Rp15 juta. Karena tidak sanggup membayar, korban kembali pulang dan dirawat bidan selama tiga hari, hingga akhirnya menjalani CT Scan di RS Materna dengan biaya sekitar Rp3 juta.

Adi Lubis menegaskan bahwa rangkaian kejanggalan ini harus menjadi perhatian serius pimpinan kepolisian. Hingga lebih dari tiga minggu berlalu, tidak satu pun terduga pelaku diamankan, sementara keluarga korban masih belum menerima SP2HP. Menurutnya, proses hukum di Polsek Pancur Batu telah menyimpang dari prosedur dan menampilkan lemahnya komitmen penegakan hukum.

Untuk itu, Adi mendesak Kapolda Sumatera Utara dan Kapolresta Medan turun tangan dan melakukan supervisi langsung agar kasus ini tidak semakin menguap. Ia memperingatkan bahwa publik akan dengan mudah menilai hukum sebagai “tumpul ke atas, tajam ke bawah” apabila kasus seperti ini dibiarkan mandek tanpa kepastian.

Ia menegaskan bahwa alat bukti, saksi, dan hasil olah TKP sudah tersedia. “Jika pelakunya sudah jelas, tangkap. Jangan biarkan korban menunggu keadilan yang tak kunjung datang,” tegasnya.

(spi/tim)

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *