Jakarta, www.sinarpagiindonesia.com –
Jaksa Penuntut Umum menghadiri sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama Terdakwa BUDI HARTONO LINARDI, Terdakwa TAUFIQ, dan Terdakwa TAHAN BANUREA dengan agenda pemeriksaan ahli, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya tahun 2016 sampai dengan 2021.
Berdasarkan siaran pers yang disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH.MH., ke awak media Kamis (2/3/2023) adapun saksi yang diperiksa yaitu:
RIMAWAN PRADIPTYO, Ph.D selaku Ahli Perekonomian Negara, yang pada pokoknya menerangkan:
Kerugian perekonomian negara adalah kondisi dimana terjadi penurunan nilai aktivitas ekonomi akibat kesalahan alokasi sumber daya, baik yang dilakukan sengaja maupun tidak sengaja, dari nilai yang seharusnya dapat dihasilkan oleh perekonomian.
Mengingat elemen negara adalah sektor publik, sektor usaha dan sektor rumah tangga, perlu dipahami perbedaan dari ketiga definisi berikut yaitu: a) biaya finansial; b) biaya fiskal; c) biaya sosial. Biaya finansial adalah biaya yang menjadi beban rumah tangga atau sektor usaha, sementara biaya fiskal adalah biaya yang menjadi beban sektor publik atau dengan kata lain keuangan negara. Biaya sosial adalah gabungan dari biaya finansial (baik sektor rumah tangga dan sektor usaha) dan biaya fiskal, dengan kata lain adalah biaya yang ditanggung oleh perekonomian.
Bahwa prinsip perhitungan yang dilakukan untuk mengukur besarnya biaya sosial korupsi dan keuntungan illegal dari kasus a quo adalah dengan menggunakan pendekatan minimum irreducible approach. Pendekatan ini adalah upaya untuk menghitung biaya sosial korupsi dan keuntungan illegal secara konservatif, artinya nilai biaya sosial dan keuntungan ilegal minimal adalah sesuai hasil perhitungan kami, tidak mungkin lagi lebih rendah daripada itu, namun sangat dimungkinkan lebih tinggi daripada perhitungan kami.
Perhitungan secara konservatif perlu dilakukan untuk memastikan bahwa dampak terendah yang terjadi akibat korupsi a quo. Hal serupa juga berlaku untuk keuntungan ilegal sehingga diperoleh hasil perhitungan minimal dari keuntungan para pelaku korupsi, dan sangat mungkin keuntungan riil yang diperoleh lebih tinggi daripada hasil perhitungan tersebut.
Untuk menghitung dampak korupsi baja impor ilegal (impor besi atau baja, baja panduan dan produk turunannya tahun 2016 s/d 2021) terhadap perekonomian (sektor rumah tangga dan dunia usaha), dapat dihitung melalui beberapa cara antara lain dynamic stochastic general equilibrium (DSGE), computable general equilibrium (CGE), atau analisis input-output (IO).
Dalam kajian ini, dipilih analisis input-output untuk mengukur dampak korupsi impor baja ilegal. Analisis input-output memberikan sistem transmisi yang jelas dan mudah diikuti tanpa menggunakan berbagai asumsi yang sering membingungkan bagi para pihak yang tidak mendalami ilmu ekonomi.
Meski analisis input-output sederhana, namun mekanisme transmisi mudah diikuti total kerugian keuangan pemerintah/negara akibat korupsi impor baja ilegal (impor besi atau baja, baja panduan dan produk turunannya tahun 2016 s/d. 2021) adalah Rp1.060.658.585.069,- dengan rincian kontribusi kerugian keuangan pemerintah oleh perusahaan yakni:
PT. Duta Sari Sejahtera: Rp60.448.358.198
PT. Inti Sumber Baja Sakti: Rp144.425.826.507
PT. Jaya Arya Kemuning: Rp107.713.077.421
PT. Prasasti Metal Utama: Rp176.519.412.195
PT. Bangun Era Sejahtera: Rp319.117.117.281
PT. Perwira Adhitama Sejati: Rp252.434.793.467
Nilai total kerugian rumah tangga dan dunia usaha akibat korupsi baja impor ilegal terdiri dari: a) biaya ekonomi akibat impor baja illegal, dan b) biaya ekonomi akibat penutupan perusahaan baja nasional.
Nilai biaya ekonomi akibat impor baja ilegal adalah Rp18.893.616.342.953, sementara nilai kerugian ekonomi akibat penutupan perusahaan baja nasional adalah Rp1.111.465.023.386. Total kerugian sektor rumah tangga dan perusahaan terkait dengan korupsi impor baja ilegal (impor besi atau baja, baja panduan dan produk turunannya tahun 2016 s/d 2021) adalah sebesar Rp20.005.081.366.339, Distribusi kerugian perekonomian akibat perusahaan tutup dan impor ilegal per perusahaan pelaku impor yakni:
PT. Duta Sari Sejahtera: Rp1.449.490.730.172
PT. Inti Sumber Bajasakti: Rp4.849.236.321.620
PT. Jaya Arya Kemuning: Rp2.020.382.002.369
PT. Prasasti Metal Utama: Rp2.830.977.671.819
PT. Bangun Era Sejahtera: Rp4.556.534.773.021
PT. Perwira Adhitama Sejati: Rp4.298.459.867.338
Total keuntungan ilegal dari keenam perusahaan adalah Rp 1.576.177.060.202 dengan rincian:
PT. Duta Sari Sejahtera: Rp53.724.860.264
PT. Inti Sumber Bajasakti: Rp310.984.736.934
PT. Jaya Arya Kemuning: Rp.77.034.676.095
PT. Prasasti Metal Utama: Rp200.959.950.397
PT. Bangun Era Sejahtera: Rp638.411.579.003
PT. Perwira Adhitama Sejati: Rp295.061.257.509
Bahwa perincian kerugian yang disebabkan oleh impor baja ilegal (impor besi atau baja, baja panduan dan produk turunannya tahun 2016 s/d 2021) adalah sebagai berikut:
Total kerugian keuangan pemerintah (A): Rp1.060.658.585.069
Total kerugian rumah tangga dan sektor usaha (B): Rp20.005.081.366.339
Kerugian akibat impor ilegal: Rp18.893.616.342.953
Kerugian akibat kebangkrutan perusahaan: Rp1.111.465.023.386
Total keuntungan illegal (C): Rp1.539.641.459.786
Total kerugian perekonomian dan keuntungan ilegal (A+B+C): Rp 22.605.381.411.194
Adapun Tim Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan ini yaitu Didik Kurniawan, Ichwanuddin, Patar Pakpahan, Ery Adi Wibowo, dan Yoga. Persidangan akan dilanjutkan kembali pada Senin 06 Maret 2023 dengan agenda pemeriksaan saksi ad charge dari Terdakwa. ” Sumber Puskenkum Kejagung” (spi/bmbg/lucky)
No comment