Jakarta, www.sinarpagiindonesia.com – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 22 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Demikian itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH.,MH., Rabu (16/8/2023). Lanjutnya, adapun 22 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut yaitu:
1. Tersangka Ikuan Irdan bin Wisman (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kaur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Tanto Wijaya bin Dirwan dari Kejaksaan Negeri Kaur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Predy Pranzeko bin Saparmadi dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Muhammad Supandi alias Pandi bin H. Ujang Jakarsih dari Kejaksaan Negeri Karawang, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
5. Tersangka Ating Narta bin Samhari dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka Martin Rahaju Aksan bin Karbin dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7. Tersangka Deva Putra Prakoso alias Gembul bin David Yahya dari Kejaksaan Negeri Blitar, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka Jumaeroh binti Kasmudi dari Kejaksaan Negeri Bojonegoro, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka Firdausi Ruhyah binti Alwi bin Mohammad Al Hadar dari Kejaksaan Negeri Jember yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
10. Tersangka Devano Ezra Nathaniel dari Kejaksaan Negeri Kota Malang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
11. Tersangka Rudi Istianto dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka M. Saiful Arif dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
13. Tersangka Arsan bin Baco dari Kejaksaan Negeri Bombana, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
14. Tersangka La Djamuri bin La Djura dari Kejaksaan Negeri Buton, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
15. Tersangka La Rinto bin La Rampo dari Kejaksaan Negeri Buton, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
16. Tersangka Arif Kesuma bin Abu Bakar dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
17. Tersangka Muhammad Ali Yahfi bin Ahmad Ansori dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
18. Tersangka Muhammad Tri Setiawan bin Burhanudin dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
19. Tersangka Akbar bin Sukiran alias Papa Apwan dari Kejaksaan Negeri Enrekang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
20. Tersangka Aloysius Amir alias Randy dari Kejaksaan Negeri Makassar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
21. Tersangka Irfan dari Kejaksaan Negeri Makassar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
22. Tersangka Rahmat Abdul Jabar dari Kejaksaan Negeri Makassar, yang disangka melanggar Pasal 335 KUHP tentang Pengancaman.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, akhir Ketut.
(spi/bmbg/lucky)
No comment