Aceh Selatan, www.sinarpagiindonesia.com – FMPK-AS Laporkan dugaan penyimpangan proyek genset Puskesmas Senilai Rp2,5 Miliar ke Kejati Aceh.
Forum Mahasiswa Peduli Kebijakan Aceh Singkil (FMPK-AS) resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh terkait proyek pengadaan mesin genset untuk sejumlah Puskesmas di Kabupaten Aceh Singkil.
Laporan dengan Nomor Surat 40/FMPK-AS/A/XI/2025, tertanggal 12 November 2025, diterima langsung oleh petugas PTSP Kejati Aceh bernama Renada, dan disertai dengan bukti tanda terima serta cap resmi Kejati Aceh.
Ketua FMPK-AS, M. Yunus, menjelaskan bahwa laporan tersebut disertai sejumlah dokumen pendukung dari LPSE Kabupaten Aceh Singkil.
Hasil penelusuran lapangan, serta keterangan masyarakat di lokasi proyek.
proyek yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2016 itu memiliki nilai pagu mencapai Rp2,5 miliar, dan diperuntukkan bagi sepuluh Puskesmas, masing-masing di wilayah Singkil, Gunung Meriah, Danau Paris, Suro, Singkohor, Kuta Baharu, Kuta Tinggi, Pulau Banyak, Pulau Banyak Barat, dan Kuala Baru.
“Namun hingga kini, keberadaan serta kondisi fisik genset tersebut masih menimbulkan tanda tanya besar”.Beberapa Puskesmas di wilayah pedalaman dan kepulauan bahkan di laporkan masih mengalami gangguan pasokan listrik hingga saat ini.
“Kami sudah menyerahkan laporan resmi ke Kejati Aceh. Kasus ini harus diusut sampai tuntas karena terlalu lama dibiarkan tanpa kejelasan. Dana rakyat sebesar Rp2,5 miliar tidak boleh hilang begitu saja,” tegas M. Yunus, Ketua FMPK-AS. Pada media sinarpagiindonesia rabu (12/11/2025)
Yunus menambahkan, langkah pelaporan ini merupakan bentuk nyata peran mahasiswa dalam mengawal transparansi publik, bukan sekadar kritik sosial. Ia mendesak agar Kejati Aceh segera menindaklanjuti laporan tersebut secara terbuka dan profesional.
“Sudah hampir sepuluh tahun berlalu, tapi masyarakat tidak pernah mendapat penjelasan yang jelas. Ini tanggung jawab moral kami untuk memastikan uang rakyat tidak disalahgunakan,” ujarnya.
“Selain dugaan penyimpangan proyek, FMPK-AS juga menyoroti lemahnya keterbukaan informasi publik dari pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil”.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, setiap badan publik wajib memberikan akses terhadap informasi penggunaan anggaran.
“Transparansi itu bukan pilihan, tapi kewajiban hukum. Kalau proyek miliaran rupiah saja tak bisa dijelaskan secara terbuka, berarti ada hal yang tidak beres,” tambah Yunus.
FMPK-AS menegaskan akan terus mengawal proses hukum kasus ini hingga ada kejelasan. Bahkan, bila tidak ada langkah konkret dari Kejati Aceh, pihaknya siap membawa persoalan tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Persoalan ini bukan hanya tentang genset, tapi tentang keadilan dan tanggung jawab terhadap uang rakyat Aceh Singkil,” tutup Yunus.
(spi/red)



No comment