Hikmah Puasa Hari ke 21, Amalan Yang Pertama Kali Dihisab


Oleh : Dr. Supardi, SH., MH., Als. Rd Mahmud Sirnadirasa (Kajati Riau)

Pekanbaru, www.sinarpagiindonesia.com – 12 April 2023,

بِسْمِ ه اللِّٰ الرَّحْمٰنِ بِسْمِِ اِللِِّٰ اِلرَّحْمٰنِِ اِِلرَّحِيْمِِ بِِسْمِِ اِللِِّٰ اِلرَّحْمٰنِِ اِلرَّحِيْمِِ بِِسْمِِ اِللِِّٰ وَالصَّلََةِ وَِالسَّلََ مِ عَِِلَى محَمَّ دِ وَِاٰلِهِِ مَِعَِ اِلتَّسْلِيْمِِ وَِبِهِِ نَِسْتَعِيْ نِفِِى تَِحْصِيْلِِ اِلْعِنَايَةِِ اِلْعَآمَّةِِ وَِالْهِدَايَةِِ اِلتَّآمَّةِ، آِمِيْنَِ يَِا رَِبَِِّا لْعَالَمِيْنَِ

 

 

 

 

 

 

Bismillãhirrahmãnirrahîm, Washshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

 

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.

 

Saudaraku yang dikasihi Allah SWT., Setiap amal manusia pasti akan dihisab oleh Allah SWT. Amal baik ataupun amal buruk, keduanya akan diperlihatkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya. Allah SWT memberikan warning dalam firman-Nya:

 

فَمَن يَِعْمَلِْ مِِثْقَالَِ ذَِرَّة خَِِيْراِ يَِِرَهِ وَِمَن يَِعْمَلِْ مِِثْقَالَِ ذَِرَّة شَِِرّاِ يَِرَهِ ۞ِ

 

Famay ya’mal mitsqãla dzarratin khairay yarahu wa may ya’mal mitsqãla dzarratin syarray yarah

 

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.

 

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula “ (QS. Al-Zalzalah [99]: 7-8)

 

Dalam hal amal kebaikan hamba, yang pertama dihisab oleh Allah SWT adalah shalat.

 

Sebab ia adalah penentu dari seluruh amal kebaikan seseorang. Jika baik shalatnya, niscaya seluruh amalnya akan menjadi baik. Jika tidak, maka seluruh amalnya akan sulit dikatakan sebagai amal yang baik. Rasulullah SAW bersabda:

 

أَوَّ لِ مَِِا يِِ حَاسَ بِ بِِِهِِ اِِلْعَبْ دِ يَِِوْمَِ اِِلْقِيَامَةِِ اِِلصَّلََة ،ِ فَِِإِِنِْ صَِِلَحَتِْ صَِِلَحَِ لَِِهِ سَِِائِ رِ عَِِمَلِهِ، وَِِإِنِْ فَِِسَدَتِِِْ

 

فَسَدَِ سَِائِ رِ عَِمَلِهِِ

 

“Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka seluruh amalnya pun baik.

 

Apabila shalatnya buruk, maka seluruh amalnya pun buruk” (Shahih: HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath, II/512, no. 1880 dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr, no. 2573 dan Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, no. 1358).

 

Ketika Sayyidina Umar bin Khattab RA menjadi khalifah, ia mengeluarkan pengumuman ke seluruh pimpinan wilayah, bahwa “Sesungguhnya yang paling aku pentingkan di antara semuanya adalah shalat. Barangsiapa yang menjaga shalatnya dengan perhatian, ia akan menjaga agama dan bagian-bagiannya dengan penuh perhatian.

 

Barangsiapa menyia-nyiakan shalat maka ia akan lebih menyia-nyiakan bagian-bagian agama yang lainnya.” Mengapa shalat dikategorikan sebagai amal yang begitu sangat penting? Jika kita perhatikan, di dalam shalat ada semacam ‘transfer energi’.

 

Energi yang mengalir di dalam tubuh seseorang yang menegakkan shalat akan memberikan kekuatan hingga ia mampu melakukan perbuatan baik. Tanpa shalat, seseorang bisa dikatakan mustahil untuk bisa berbuat baik. Mengapa pula perbuatan baik itu memerlukan energi untuk bisa dilakukan oleh seseorang? Pada dasarnya, manusia itu lemah, dzalim dan bodoh.

 

Tanpa energi ilahiyah, manusia tidak akan bisa menjadi kuat untuk berbuat baik, tidak akan mampu menghempaskan kedzaliman dari dalam dirinya dan tidak akan mampu menjadi cerdas dalam menelisik gerak-gerik hawa nafsunya yang membuat dirinya menjadi bodoh. Energi ilahiyah itu mengalir dalam diri seseorang yang menegakkan shalat.

 

Jika baik shalatnya, maka energi ilahiyahnya akan mengalir deras di dalam dirinya dan ia akan dengan mudah untuk berbuat baik dzhãhiran wa bãthinan. Akan dengan mudah pula ia menghempaskan godaan-godaan untuk melakukan perbuatan buruk dan dzalim. Begitulah kiranya, mengapa manusia itu memerlukan shalat untuk bisa menegakkan kebaikan-kebaikan di dalam dirinya. Karena energi ilahiyah itu bisa diraih melalui hubungan langsung antara hamba dengan Tuhannya.

 

Keterhubungan itulah yang dinamakan shalat. Karena itu, persiapkanlah diri untuk menghadap “Sumber Energi”, setidaknya, dengan memperhatikan penampilan ketika shalat serta dengan menyempurnakan gerakan shalat.

 

Allah SWT, sebagai “Sumber energi” tidak mempedulikan shalat seseorang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW,

 

إِنَِّ اِِلرَّ جلَِ لَِِي صَلِّيِْ سِِِتِّيْنَِ سَِِنَةِ وَِِمَا تِِ قْبَ لِ لَِِهِ صَِِلََةَِ لَِِعَلَّهِ يِِ تِ مِ اِِل ر كوْعَ، وَِِلَِ يِِ تِ مِ اِِل س جوْدَ، وَِِي تِ مِِال س جوْدَِ وَِِلَِ يِ تِ مِ اِل ر كوْعَِ

 

“Ada seseorang yang shalat selama 60 tahun, namun tidak ada satu pun shalatnya yang diterima Allah SWT. Karena kadangkala dalam shalat dia, rukuknya sempurna, tetapi sujudnya tidak sempurna atau sujudnya sempurna, tetapi rukuknya tidak sempurna.” (Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Assilsilah Ash-shahîhah 6/81).

 

Saudaraku yang dikasihi Allah SWT, marilah kita menjaga shalat kita agar energi kebaikan selalu mengalir di dalam diri kita, sehingga perbuatan-perbuatan baik akan selalu dengan mudah kita tegakkan, dan godaan-godaan di dalam diri untuk melakukan perbuatan buruk akan dengan mudah kita tolak dan cegah.

 

Sebagai penutup artikel ini, marilah kita berdoa kepada Allah SWT:

 

اللٰ همَِّ وَِِفِّقْنَا لِِِطَاعَتِكَِ وَِِأَتْمِمِْ تَِِقْصِيْرَنَا وَِِتَقَبَّلِْ مِِِنَّا إِِِنَّكَِ أَِِنْتَِ اِِلسَّمِيْ عِ اِِلعَلِيْ مِ وَِِصَلَّى اِِللِّٰ عَِِلَى سَِِيِّدِنَاِِ

 

محَمَّ دِ وَِآلِهِِ وَِصَحْبِهِِ وَِسَلَّمَِ وَِالْحَمْ دِ لِِِلِِٰ رَِبِِّ اِلْعَالَمِيْنَِ

 

Allahumma waffiqnã li thã‘atika, wa atmim taqshîranã, wa taqabbal minnã, innaka antas samî‘ul ‘alîm, wa shallallãhu ‘alã sayyidinã muhammadin wa ãlihi wa shahbihi wa sallam, wal-hamdulillãhi rabbil ‘ãlamîn.

 

“Ya Allah, bimbinglah jalan kami pada jalan ketaatan kepada-Mu, sempurnakanlah kekurangan kami, terimalah ibadah kami. Sungguh, Kau maha mendengar lagi mengetahui. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam-Nya kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya”. Wallãhu A’lamu bish-Shawãb.

(spi/bmbg/lucky)

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *